Punya Laptop Tapi Gak Menguasai..!

Buat Anda yang punya laptop namun tidak menguasai baik menggunakan, merawat dan memperbaikinya, kami siap membantu Anda.

Design Is A Behaviour

Desain adalah perilaku seseorang, mencerminkan keperibadiannya.

Desain Brosur

Beberapa contoh desain brosur, dan kami selalu siap membantu desain brosur usaha Anda.

Bingung Bikin Logo Usaha Baru Anda

Kami profesional dan siap menjadi konsultan logo usaha Anda dengan beberapa contoh logo yang kami tawarkan.

Galeri Photo

XphoDesign juga melayani pembuatan album galeri photo keluarga maupun kegiatan Anda.

Desain Spanduk

Spanduk adalah salah satu media promosi, XphoDesign siap mendesain spanduk sesuai kebutuhan Anda dan dengan perpaduan warna yang sangat menarik.

Pembuatan PIN

Pemesanan PIN dapat Anda lakukan dengan langsung menghubungi, dan Anda juga bebas menggunakan gambar dari Anda sendiri atau kami juga siap membantu.

ID Card

Kami juga melayani pembuatan ID Card dengan berbagai macam desain dan jenis gantungan yang sesuai dengan selera Anda.

Web Design

Kami telah lama berkecimpung di dunia ini dan klien kami telah membuktikannya.

Pendidikan Dan Pelatihan

Kami mempunyai beberapa tenaga pengajar atau narasumber yang sangat berkompeten di bidangnya masing-masing.

Sabtu, 02 Februari 2013

Berkurbanlah dan Berilah Kesempatan Kepada Orang Lain Agar Selalu Dikenang

"Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu: (yaitu bagi orang-orang yang mengharap pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Mumtahanah:60:6)
Berkorbanlah jangan diakal-akali. Ibadah kurban pertama kali terjadi pada anak Nabi Adam yang bernama Habil dan Qabil. Nabi Adam mengeluarkan perintah kepada anaknya agar melaksanakan nikah silang. Habil menikahi saudari perempuan Qabil sedangkan Qabil menikahi saudari perempuan Habil. Qabil membantah perintah ayahnya, dia tidak mau menikahi saudari perempuan Habil karena saudari perempuan Qabil lebih cantik dari pada saudari perempuan Habil. Karena Qabil tidak mau menikahi saudari perempuan Habil maka Nabi Adam mengambil kebijakan yang adil dan sederhana yaitu memberikan perintah kepada Habil dan Qabil untuk mempersembahkan kurban kepada Allah SWT, kurban siapa yang diterima oleh Allah maka dialah yang berhak untuk menikahi saudari perempuan Qabil.
Agar kurban diterima oleh Allah maka kurbankanlah apa yang dicintai dengan ikhlas. Sesuai dengan syariat ketika itu, kurban yang diterima tandanya adalah persembahan kurbannya hilang tidak tidak berada di tempat lagi. Habil mempersembahkan kurbannya dengan ikhlas berupa binatang ternak yang dicintainya. Sedangkan Qabil mempersembahkan dengan terpaksa berupa sayur-sayuran. Dalam hal ini Qabil lebih mengutamakan intelektual daripada keyakinan. Qabil berfikir bahwa apabila sayur-sayuran diletakkan berdampingan dengan binatang ternak maka sayur-sayuran akan habis dan hilang dimakan binatang ternak. Sedangkan binatang ternak akan tetap ada dan berdiri di tempatnya. Jika sayur-sayuran tidak berada lagi ditempat atau hilang maka kurban Qabillah yang diterima oleh Allah SWT. Namun apa yang terjadi? Ternyata binatang ternak hilang dan tidak berada lagi pada pautannya. Sedangkan sayur-sayuran telah membusuk di tempatnya. Dengan demikian kurban Habil diterima oleh Allah dan kurban Qabil tidak diterima Allah. Oleh karena itu untuk berkurban, keyakinan mesti diutamakan dari intelektual. Jangan diakal-akali sehingga keikhlasan menjadi hilang.
Beri Kesempatan Kepada Orang Lain
Betapa Ali bin Abi Thalib bersedia mengurbankan nyawa dan badannya untuk melindungi Rasulullah saw dari kaum pembunuhan kafir ketika terjadi pengepungan rumah Rasulullah pada peristiwa Hijrah. Ali bin Abi Thalib diperintah oleh Rasulullah untuk tidur di atas tempat tidurnya guna mengelabui mata kaum kafir yang hendak membunuh Rasulullah. Ali bin Thalib dijadikan sebagai umpan kematian, sedangkan Rasulullah keluar dengan selamat dari kota Mekah. Masih terlukis dalam sejarah betapa kaum Anshar (kaum Madinah) rela berkurban untuk membantu kaum Muhajirin yang pindah dari Mekah ke Madinah. Hal yang sangat menggugah jiwa kita adalah betapa kaum Anshar rela menceraikan isterinya untuk dinikahi kaum Muhajirin, karena ada beberapa kaum Muhajirin yang tidak hijrah bersama isterinya ke Madinah sebab isterinya tidak mau dibawa ke Madinah. Nah pengorbanan seperti ini tidak bisa diterima intelektual kecuali oleh keyakinan juga.
Sebuah pengorbanan yang tidak ada tandingan dalam sejarah peperangan di dunia ini adalah ketika peperangan dahsyat berkecamuk antara kaum muslimin dengan kaum kafir maka terkaparlah para syuhada di medan laga. Diantaranya ada yang luka ringan, ada yang luka berat dan ada yang sakratul maut. Di sela-sela gemerincingan pedang berlarilah pasukan khusus umat Islam mengantarkan air kepada prajurit-prajurit Islam yang gagah perkasa. Ketika air diberikan kepada salah seorang sahabat, sahabat itu berkata: "Jangan berikan air kepadaku karena aku masih kuat, tapi berikanlah kepada sahabat kita di pojok sana karena lukanya lebih parah daripada luka saya." Ketika air diberikan kepada sahabat yang lain jawabannya sama dengan jawaban sahabat yang pertama sehingga air itu kembali lagi kepada sahabat yang pertama. Ketika air diminumkan kepada sahabat yang pertama itu ternyata dia telah menghembuskan napasnya yang terakhir. Disini terbukti bahwa sahabat yang pertama lukanya lebih parah daripada sahabat yang lain. Namun sahabat ini sedang mempraktekan jiwa pengorbanan yang diajarkan oleh Rasulullah bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum mereka mencintai saudaranya sebagaimana mereka mencintai dirinya sendiri.
Banyak Memberi Banyak Mendapat
Contoh sederhana tentang keikhlasan berkurban dapat kita renungan dari tubuh kita. Apa yang dilihat oleh mata, hakikatnya bukan untuk mata, apa yang didengar oleh telinga, hakikatnya bukan untuk telinga, apa yang dicium oleh hidung, hakikatnya bukan hidung, apa yang dirasa oleh lidah, hakikatnya bukan untuk lidah, apa yang dilakukan oleh tangan, hakikatnya bukan tangan, dan apa yang diperbuat oleh kaki pada hakikatnya bukan untuk kaki. Dari gambaran ini dapat kita renungkan bahwa masing-masing pancaindera berbuat bukan untuk kepentingannya sendiri mereka rela berkurban untuk satu tujuan yaitu kepuasan hati. Di sinilah peranannya ikhlas. Allah tidak melihat sarana dan prasarana yang kita gunakan tetapi Allah melihat bagaimana kita menggunakan sarana dan prasarana itu. Allah melihat bagaimana kita melakukan proses pengorbanan untuk mencapai tujuan yang mulia: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya." (Al- Hajj: 37) Falsafah berkurban diantaranya adalah kerelaan memberikan yang dicintai. Bukankah dalam surat Al-Fatihah dinyatakan: Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in." "Kepada Engkau kami menyembah dan kepada Engkau kami minta pertolongan." Kepada Allah saja kita menyembah sedangkan yang lain tidak boleh disembah melainkan bagaimana yang lain itu menyembah kita. Harta benda, pangkat atau jabatan dan kedudukan harus menyembah kita artinya dapat kita atur bukan mengatur kita. Kepada Allah saja kita memohon pertolongan, tidak boleh memohon pertolongan kepada yang lain. Kepada yang lain kita harus memberi pertolongan. Jadi pikiran dan perasaan memberikan pertolongan harus didahulukan dari meminta pertolongan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Barangsiapa yang selalu memberi pertolongan berarti dia jadi orang merdeka, sebaliknya barang siapa yang suka meminta pertolongan berarti dia akan menjadi budak. Karena itu memberilah, berkorbanlah agar jiwa merdeka, dan hindarkanlah meminta-minta agar tidak jadi budak.
Perhatikanlah ketika kita selesai shalat mengucapkan salam. Do'a keselamatan dan kesejahteraan kita berikan kepada saudara kita tetapi kita tidak mengharapkan balasan salam itu. Kita bersedekah, membayar zakat tetapi tidak ingin pembalasan. Memberi maaf lebih baik daripada meminta maaf. "Fa'fu'anhum was taughfirlahum." "Maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka." (Ali Imran: 159). Hakikatnya dengan memberi kita akan dapat menerima banyak dari Allah. Tetapi sekali lagi hal ini dapat diterima dengan keyakinan. Selama ini kita memandang bahwa bunga selalu berkurban untuk kumbang atau kupu-kupu. Padahal sebaliknya bunga mendapat banyak dari kumbang atau kupu-kupu. Bunga rela berkurban dihisap serbuk sari atau madunya lalu kumbang atau kupu-kupu terbang ke bunga lain dengan membawa serbuk sari yang melekat pada kakinya sehingga terjadilah pembuahan baru dan dari sinilah terjadi perkembangbiakan bunga-bunga yang baru. Semakin banyak bunga berkurban dan memberi maka semakin banyak yang bunga dapat.
Berkurban itu Membuat Kenangan
Sapi, kerbau atau kambing telah berkurban banyak untuk manusia. Mereka telah serahkan jiwa dan raga mereka namun peninggalan tidak banyak dikenang kecuali kulitnya. Karena daging, tulang dan bulunya adalah barang habis pakai, yang bertahan adalah hanya kulitnya. Oleh karena itu pemberian yang bertahan lama akan menjadi kenangan. Pahlawan itu dikenal karena mereka telah memberi banyak untuk negara ini, malahan orang yang meninggal karena membela negara ini walaupun mereka tidak dikenal tetapi masih dikenang dengan sebutan Pahlawan Tidak Dikenal. Kita kenal Soekarno karena Soekarno banyak meninggalkan kenangan untuk negara ini seperti Soekarno sebagai Proklamator dan Soekarno sebagai Presiden Pertama. Nah kenapa kita tidak mengenang kakek dari kakek kita? Jawabannya adalah karena kakek dari kakek kita tidak banyak meninggalkan kenangan untuk kita. Jadi akan dikenang sejauh mana atau sebesar apa kita berkurban untuk anak, cucu, kemenakan, bangsa dan negara ini.
Sebatang pohon punya daun yang rimbun dan menghijau. Kemudian datanglah seekor ulat dan memakan selembar daun sehingga daun yang hijau itu penuh dengan lubang. Daun-daun yang lain berkomentar: Hai daun yang berlubang kenapa kamu biarkan dirimu dimakan ulat? Lihatlah kami masih segar." Daun berlubang menjawab: "Inilah pengorbanan agar aku dikenang." Lalu datanglah musim gugur, semua daun berguguran. Daun berlubang berkata: "Wahai teman-teman, akhirnya semua kita gugur juga, tetapi apa yang telah kamu tinggalkan untuk dunia? Aku telah meninggalkan ulat-ulat yang banyak karena aku telah berkurban memberikan tubuhku untuk dimakan oleh ulat sebelum aku gugur. Aku telah meninggalkan kenangan dengan pengorbanan yang telah kuberikan sedangkan kamu gugur dengan sia-sia karena kamu tidak pernah berkurban untuk dunia."
Jangan Korbankan Manusia
Sejarah juga mengungkapkan bahwa banyak manusia yang dikorbankan untuk kepentingan manusia lain dan untuk kepentingan penyembahan kepada dewa-dewa. Orang Mesir kuno setiap tahun mengorbankan anak gadis yang cantik dengan menenggelamkannya ke dalam sungai Nil sebagai tumbal untuk sungai Nil agar sungai Nil tidak banjir dan menjadi malapetaka bagi bangsa Mesir. Lagi pula di daerah Kan'an atau Irak masa dulu, mengorbankan bayi-bayi untuk disembahkan kepada Dewa Bal. Begitu juga di Meksiko mempersembahkan jantung dan darah manusia sebagai persembahan kepada Dewa Matahari. Sedangkan di Eropa Utara, orang Viking yang mendiami Skandinavia mengorbankan pemuka agamanya untuk dipersembahkan kepada Dewa Odin Dewa Perang. Ayah Nabi Muhammad saw hampir saja disembelih oleh kakeknya Abdul Mutholib untuk membayar nazar. Abdul Motholib bernazar jika ia dikaruniai anak laki-laki sebanyak 12 orang maka ia akan menyembelihnya satu orang tanda syukur kepada Tuhan. Namun ketika penyembelihan berlangsung, anak-anaknya dan pemuka masyarakat Mekah dengan penuh pertimbangan bermohon kepada Abdul Mutholib agar penyembelihan terhadap Abdullah dibatalkan dan diganti dengan seratus ekor unta. Permohonan ini dapat diterima oleh Abdul Mutholib, dan akhirnya manusia tidak jadi dikorbankan walaupun untuk kepentingan pendekatan kepada Tuhan. Nabi Ibrahim as tidak diizinkan oleh Allah menyembelih Ismail, diganti dengan seekor domba karena kedudukan manusia yang mulia tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan pendekatan diri kepada Allah sekalipun.
Perumpamaan sebuah kapal bertingkat sedang berlayar di laut lepas. Penumpang kapal pada tingkat paling bawah jika memerlukan air selalu mengambilnya ke tingkat atas. Dalam keperluan air tersebut timbullah pikiran dari penumpang kapal tingkat bawah: "Kenapa harus repot-repot mengambil air ke tingkat atas padahal batas kita dengan air hanya sehelai papan, kenapa tidak dibikin lubang aja di papan ini? Kita bebas mengambil air dan kita tidak mengganggu ketenangan penumpang atas." Jika pikiran ini yang dipakai berarti kita mendahulukan kepentingan diri sendiri tanpa menghiraukan kapal akan tenggelam dan akan banyak manusia yang menjadi korban akibatnya.
Malu Kepada Hewan
Syarat binatang kurban telah ditentukan di dalam syariat. Diantaranya tidak boleh cacat. Tidak boleh robek telinganya, tidak boleh ompong giginya, tidak boleh berpenyakit kulit, tidak boleh terlalu kurus dan sebagainya. Maka muncul pertanyaan kenapa peserta kurban tidak diberi seperti syarat-syarat tersebut? Jawabannya adalah karena hewan dinilai dari fisiknya sedangkan manusia dinilai dari hatinya. Jadi yang dinilai Allah adalah keikhlasan kita. Jika kita tidak ikhlas berkurban maka nilai pengorbanan kita jauh di bawah pengorbanan sapi, kerbau atau kambing yang telah mengorbankan nyawanya, sedangkan kita baru mengorbankan beberapa Rupiah dari uang kita. Karena itu merasa malulah kepada hewan jika kita tidak ikhlas. Hakikatnya berkurban dengan menyembelih binatang ternak adalah suatu proses untuk memulai pengorbanan yang jauh lebih besar untuk masa yang akan datang.
















Kamis, 22 November 2012

Membiasakan Dari Yang Kecil

Kebiasaan pada hakikatnya merupakan perilaku atau tindakan yang disatukan terus menerus sehingga menjadi watak atau keperibadian seseorang. Dalam Islam, kebiasaan yang baik dapat menjadi sumber hukum, demikian juga sebaliknya. Sebuah perilaku tidak langsung menjadi kebiasaan, tetapi dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan jelek sekecil apapun jika menjadi kebiasaan, maka ia menjadi hal biasa, seperti pembiasaan merokok di atas kendaraan umum, berbohong, dan sebagainya. Kebiasaan yang baik sekecil apapun pula jika menjadi pembiasaan, maka ia menjadi standar nilai untuk perilaku yang lainnya, seperti kebiasaan makan pagi sebelum bekerja, berkata jujur, dan sebagainya. Lama-kelamaan semuanya akan muncul secara otomatis dan dilakukan secara refleks.
Karena pentingnya kebiasaan dan pembiasaan ini, maka Rasulullah saw berpesan kepada kita agar membiasakan berbuat baik, sekecil apapun, meski sekedar menampakan wajah cerah ketika bertemu dengan teman, senyum, atau meskipun sekedar menyingkirkan suatu gangguan di jalan. Mungkin terpikir oleh kita, bahwa menunjukan wajah yang cerah atau senyum saat bertemu dengan teman adalah pekerjaan remeh dan enteng. Begitu juga pekerjaan menyingkirkan suatu gangguan di jalan. Pada hal suatu kebaikan, kedua pekerjaan kecil itu mempunyai hubungan dengan pekerjaan besar dan penting, yaitu komitmen kita kepada kebaikan.
Seseorang yang menunjukan wajah cerah saat bertemu teman adalah sebagai tanda bahwa dalam jiwanya tertanam rasa cinta kasih kepada sesama teman sebagai wujud dari ucapan salam kepada teman. Maka dari itu, orang yang mempunyai komitmen kepada nilai-nilai kemanusiaan itulah yang bersedia membungkukan punggungnya untuk memungut sesuatu gangguan yang ada di jalan. Sebab, dalam jiwanya ada semangat untuk menyelamatkan orang agar terhindar dari kecelakaan.
Jika komitmen ini tertanam cukup kuat di dalam jiwa, dan berbuat kebaikan betapapun kecilnya telah mengakar di dalam jiwa, maka akan tumbuh watak kebaikan. Sehingga berbuat baik bukan lagi sebagai beban, melainkan sesuatu yang menyatu di dalam diri kita. Karena itu Allah berfirmandalam QS. Al-Layl: 5-7 sebagai berikut: "Orang yang suka memberi dan bertaqwa, maka serta percaya kepada kebaikan, maka kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan."
Sebagai seorang muslim yang memerlukan orang lain untuk berinteraksi sosial, rasa suka memberi dalam bentuk apapun ternyata memperkuat diri kita sebagai manusia. Coba kita rasakan ketika orang meminta-minta datang ke rumah kita, lalu kita kasih secukupnya, kalimat yang muncul dari mulutnya adalah ucapan terima kasih, mendo'akan kita panjang umur, murah rezeki dan sehat selalu. Tidak terlontar dari mulutnya, semoga saya juga berkecukupan dan bisa pula bersedekah seperti Anda.
Pada hal memberi itu adalah kewajiban yang kita tunaikan, bukan beban yang dipaksakan. Sering kita mengucapkan kata-kata sinis kepada para peminta-minta, sudahlah tidak kita kasih, mereka mendapat cercaan pula. Pada saat kita mencerca itu, yang mulia bukan kita, tetapi adalah orang yang meminta-minta itu. Bukankah Allah berfirman: "Dan orang yang meminta-minta itu janganlah kamu hardik." (QS. Ad-Dhuha: 10).
Ketika kita melangkahkan kaki dari rumah mencari karunia Allah, baik bekerja di kantor, guru atau pedagang bahkan pekerja bangunan sekalipun, alangkah baiknya jika kalimat yang terlontar pertama kali saat mulai melangkah adalah "Siapa yang bisa saya tolong hari ini?" bukan "Siapa yang bisa menolong saya hari ini?" Bukankah ajaran Islam mengatakan bahwa: "Tangan di atas lebih mulia dari pada tangan di bawah."Namun dalam prakteknya kenapa kita masih menyatakan tangan di bawah lebih mulia dari pada tangan di atas. Karena itu, kebiasaan memberi, baik berupa uang, tenaga, pikiran, nasehat, do'a, memberi kelapangan bagi seseorang yang dalam kesempitan adalah sebuah harga diri sebagai makhluk yang mulia.
Sebaliknya orang berkecenderungan jahat selalu menghadapi masa-masa sulit. Ketika memperoleh kemudahanpun dirasakan sebagai kesulitan. Ketika orang minta bantuannya, spontan kalimat muncul dari mulutnya "Sekarang agak payah kehidupan." Dalam hal ini Allah melanjutkan firman-Nya di atas: "Orang yang tidak suka memberi dan selalu merasa dirinya berkecukupan dan mendustakan kebaikan, maka Kami mudahkan baginya jalan menuju kesulitan." (QS. Al-Layl: 8-10). Artinya seseorang akan kehilangan kesadaran bahwa ia berbuat jahat karena perbuatan jahat itu sudah menjadi wataknya yang kedua. Lebih parah lagi dalam dalam pertumbuhan kebiasaan jahat itu seseorang mungkin tidak saja kehilangan kesadaran akan kegiatan jahatnya, malah justru perbuatan jahat itu dianggap sebagai kebaikan.
Oleh karena itu, Allah memperingatkan kita melalui Al-Qur'an bahwa boleh jadi kita sedang melakukan perbuatan baik, padahal sebenarnya kita sedang berbuat kejahatan. Sering kita membiasakan ucapan-ucapan kotor dan keji sehari-hari dan sudah menjadi bahasa sehari-hari pula, bahkan jika tidak mengungkapkan kata-kata kotor dan keji itu, itu belum berkomunikasi namanya. Akhirnya dia menjadi kebiasaan yang menurut kita baik padahal sebaliknya. Korupsi, menjadi konsumsi suatu yang haram, termasuk yang makruh seperti merokok boleh jadi baik menurut penilaian kita sepihak dengan menyeretnya menjadi sebuah kebenaran, tetapi karena kebenaran itu tidak jamak tetapi tunggal, maka perlu dicek silang kepada yang lainnya sehingga penilaian itu tidak menjadi subyektif.
Firman Allah menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut: "Apakah orang yang dihiaskan kepadanya perbuatan jahat, sehingga ia melihatnya sebagai kebaikan." (QS. Fathir: 8). Oleh karena itu kebiasaan itu adalah watak kedua, maka dapat saja diubah. Jadi kebiasaan baik harus dipertahankan, sedangkan kebiasaan buruk harus disadari keburukannya sehingga ia berubah dan diubah.
Disinilah kebiasaan jadi dapat dinilai. Orang yang melakukan kebiasaan baik kecil tetapi selalu dilakukannya, maka itulah ibadah yang terbaik di sisi Allah. Sebahagian kita merasa sulit melakukan shalat tahajjud di malam hari, sebenarnya mudah. Caranya paksakan diri dulu membaca setiap pagi bangun tidur atau sebelum tidur beberapa ayat dan upayakan diri jauh dari perbuatan maksiat walaupun kecil, lama-kelamaan menjadi kebiasaan.
Sebahagian kita susah melakukan shalat khusyuk. Sebenarnya tidak sulit. Biasakan diri melakukan shalat-shalat sunat sebagai latihan. Jangan jadikan shalat wajib sebagai latihan. Akhirnya lama-kelamaan shalat khusyuk itu diperoleh juga. Logikanya praktis saja. Tidak ada laki-laki yang dari lahir sudah langsung pandai merokok, begitu juga tidak ada perempuan yang pandai menggunakan perlengkapan make-up sejak lahir. Yang pada akhirnya pandai karena kebiasaan. Demikian juga tidak ada orang yang pandai shalat sejak lahir, tetapi karena belajar, akhirnya bisa juga. Kenapa jema'ah haji sulit menghapal do'a-do'a manasik haji. Karena hanya dibaca saat akan berangkat atau ketika manasik haji dimulai. Kenapa hapalan ayat Al-Qur'an kita sering tidak lengket di memori kita. Karena hapalan itu tidak dimunculkan dalam shalat. Sebahagian kita hapal suray Yasiin, tetapi tidak mengenal ayat-ayat Al-Qur'an yang lain, karena isi Al-Qur'an itu seakan-akan hanya surat Yasiin saja.
Islam pada hakikatnya bukanlah budaya, tetapi Islam membentuk kebudayaan. Ketika Islam telah menjadi budaya sehari-hari, maka itulah yang pada hakikatnya syari'at Islam itu. Sebagai contoh Islam mewajibkan perempuan berpakaian menutup aurat. Akhirnya munculkan budaya berpakaian muslimah. Islam menganjurkan mengucapkan salam ketika bertatap muka atau dalam kegiatan tertentu. Akhirnya munculah budaya mengucapkan salam sesama muslim. Islam menganjurkan mengucapkan bismillah sebelum bekerja, dan alhamdulillah setelah bekerja, insya Allah ketika berjanji. Akhirnya karena sudah menjadi kebiasaan, maka secara tak langsung bukankah itu yang syari'at Islam?












Berpenampilan Menawan

Banyak orang berpenampilan baik, menarik dan menawan pada saat keluar rumah, syuting, bertemu dengan komunitas dan lein semacamnya. Perilaku tersebut sebenarnya tidak salah asalkan didasari dengan niat baik dan tidak pamer (riya') terhadap sesama.
Hal itu karena Allah SWT berfirman: "Wahai anak Adam pergunakanlah perhiasanmu pada saat ke mesjid dan makan serta minumlah sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Katakanlah siapa yang mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkan untuk para hambanya..." (QS. Al A'raf: 31-32)
Kata mesjid disini juga berarti sekolah, pasar, perkantoran, tempat pertemuan komunitas dan tempat-tempat lain yang menjadi ajang berkumpulnya masyarakat. Berpenampilan baik, menarik serta menawan tidak otomatis identik dengan kesombongan, sebab kesombongan tumbuh dari batin dan bersemi di hati.
Rasulullah saw bersabda: "Tidak masuk syurga, seseorang yang di dalam hatinya terdapat sebesar dzarrah (atom) sifat kesombongan." Salah seorang sahabat bertanya: "Sungguh terdapat seorang lelaki yang kegemarannya menggunakan baju dan sandal bagus." Rasulullah saw menjawab: Sungguh Allah itu indah, menyukai keindahan. Kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Sungguh Allah itu indah dan menyukai keindahan serta Allah itu bersih menyukai kebersihan." (HR. Muslim) Maka keindahan zahir tampak dari keindahan pakaian dan keindahan pakaian menunjuk pada kesucian hati, sehingga seorang mukmin sudah seharusnya berpenampilan baik, bersih, suci, menarik, menawan, proporsional, rapi dan serasi buka saja saat di luar rumah melainkan saat di dalam rumah dan dimanapun dia berada.
Hal tersebut agar memiliki kesesuaian dengan keumuman perintah Allah SWT yang menegaskan: "Dan terhadap pakaianmu, maka sucikanlah." (QS. Al Mudatstsir: 4). Maka suci di sini mencakup semua kriteria tersebut di atas.
Dalam kaitannya dengan keserasian, Islam mengutamakan penggunaan warna putih karena warna tersebut netral, memancarkan cahaya dan keindahan. Rasulullah saw bersabda: "Pakailah di antara pakaianmu yang berwarna putih karena warna tersebut sebaik-baiknya pakaian dan kafanilah orang yang meninggal di antara kalian dengan warna putih." (HR. Tirmidzi).
Sedang dalam kaitannya dengan kepantasan dan proporsionalitas, Islam melarang umatnya memakai satu sandal/sepatu atau dua sandal/sepatu yang terputus keduanya atau salah satunya. Rasulullah saw bersabda: "Janganlah salah seorang di antara kalian berjalan dengan memakai satu pasang sandal, pakailah keduanya atau melepaskan keduanya." (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam kaitannya dengan kerapian, keindahan dan kebersihan, Islam memerintahkan kita untuk menghias rambut dan menjaga kerapiannya sertab melarang mencukur sebagian dan menyisakan sebagian yang lain. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Rasulullah saw melarang anak kecil yang mencukur sebagian rambut dengan menyisakan sebagiannya melalui sabdanya: "Cukurlah seluruhnya atau tinggalkanlah seluruhnya." (HR. Ahmad).
Demikianlah karakter penampilan seorang mukmin yang baik dan proporsional yang imbul dari pemahamannya yang baik terhadap pendalaman keagamaannya dan merefleksikan kebaikan dan kesucian.








Orisinilitas Pemikiran Islam

Ada beberapa cirinya, yaitu:
  1. Pentingnya mengenali dan memahami pemikiran Islam dari sumbernya yang primer yakni Al-Qur'an dan Sunnah Sahihah. Ada juga yang mengambil semua pendapat para pakar seperti Hasan Hanafi, Durkhein tanpa melakukan telaah kritis terhadap pendapat orientalis sebagai hujjah dalam tulisan mereka, tanpa kritik atau membandingkan dengan pendapat yang lain, tetap memiliki banyak kelemahan antara lain:
    1. Kurang memahami bahasa Arab, zauq dan berbagai indikatornya terhadap Al-Qur'an dan Sunnah Sahihah.
    2. Peranan superior barat mereka beranggapan sebagai pemimpin dunia dan Eropa untuk dunia.
    3. Menolak Islam dengan alasan Al-Qur'an bukanlah kitab Allah dan Nabi Muhammad saw bukan Rasul-Nya.
    4. Study orientalis ditujukan untuk tujuan praktis tertentu dari negara yang membiayainya dengan demikian study mereka sulit terlepas dari kenetralan.
    Pemikiran orisinil haruslah sesuai dengan sumber aslinya yakni Al-Qur'an dan Sunnah. Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh pemikir Islam untuk memahami ajaran Islam dengan benar:
    1. Pelajari bahasa Arab dengan segenap cabang ilmunya.
    2. Ketahui ilmu-ilmu syariah, tafsir, ulumul Qur'an, hadits, musthalah hadits fiqih/ushul, aqidah tasawuf dan akhlak.
    3. Sirah Nabawiyah, tarekh Islam, tarekh sahabat dan biografi sahabat dan tabiin. Belajar secara mendalam dari semua itu secara fokus dan terintegrasi.
  2. Rasa bangga dan senang hati untuk memberikan loyalitas kepada Islam. Radhitubillahi rabba, wabil islami dina wabimuhammadin nabiyu warasulah. Segala aktifitas kehidupan di dunia sampai ke alam baqa atau akhirat disesuaikan dengan ajaran Islam. Hidup dengan Islam jadi mulia sangat terhormat dan kalau mati dalam mengamalkan syahid (isy kariman aumyt syahidan) dan firman-Nya: "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang nenyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh, dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
  3. Kembali kepada prinsip-prinsip Islam. Kebanggan dengan Islam tidak akan ada artinya bila tidak dibuktikan dengan amaliyah yang bersendikan pokok-pokok ajaran Islam. Apa yang dikhawatirkan oleh para ulama salaf: "Anda semua berada di suatu masa yang banyak ahli fiqihnya, sedikit tukang omongnya, banyak yang dermawannya, tapi sedikit peminta-mintanya, amaliyah saat itu lebih baik dari pada keilmuan. Dan akan datang masa kepadamu suatu masa yang sedikit ahli fiqihnya, banyak tukang omonya, sedikit para pemberinya dan banyak para peminta-minta dan dikira saat itu ilmu lebih baik dari pada amaliyah atau dengan semboyan ar-rujuu ila al quran wa sunnah."
    Ibnu Taimiyah takut umat Islam dengan tuduhan sebagai kaum fundamentalis, itulah fitnah dan dendam barat dan orientalis terhadap Islam sampai hari kiamat.
  4. Menghidupkan tradisi ulama salaf (sahabat dan tabiin). Mengikuti ulama salaf artinya kita ikuti hasil ijtihad yang telah mereka lakukan sesuai dengan hasil kemampuannya dengan memperhatikan zaman, kondisi, situasi, budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
  5. Memanfaatkan khazanah pemikiran umat Islam terdahulu. Dalam memanfaatkan khazanah pemikiran Islam terdahulu, umat kita sekarang harus selektif dan hati-hati dalam memilih pendapat-pendapat yang telah ada dan lebih dekat dengan jiwa keislaman.

Makna Halal Bi Halal

"(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat penghianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (QS. 5. Al-Maidah : 13)
Sukses dan berbobotnya puasa yang kita kerjakan tergantung kepada sikap, perilaku dan perbuatan kita untuk masa mendatang. Setelah lebaran ini, ada tanda-tanda dan ciri-ciri yang menunjukan puasa kita berhasil atau tidak.
Suatu kekeliruan yang fatal apabila setelah kita melakukan puasa selama sebulan, ketaqwaan kita kepada Allah SWT tidak mengalami kemajuan dan peningkatan, malahan mengalami kemunduran. Tanda-tanda bahwa kita telah sukses dalam melakukan ibadah puasa adalah di hari-hari mendatang semamkin banyak melaksanakan perintah-perintah Allah, dan semakin kecil dan sedikit kita melakukan dosa dan maksiat.
Secara individual akhlak kita semakin kerimah, budi pekerti semakin terpuji, misalnya sikap riya, dendam, iri hati, suka marah, dan lain-lain penyakit hati dan jiwa sudah berkurang, karena sikap itu dilarang selama berpuasa. Dalam ibadah Ramadhan kita rasakan perih laparnya si miskin dalam lingkaran tiada, kita rasakan duka laranya si yatim yang tiada tumpuan belaian kasih sayang.
Inilah yang mendidik kita untuk menengok ke kanan dan ke kiri sehingga menumbuhkan raya kasih sayang dalam membina ukhuwah islamiyah, sehingga rela memberi bantuan serta menggerakan rasa tolong menolong sesama umat manusia. Hidup ini meski bermasyarakat dan saling ketergantungan.
A. BERHASILKAN MERAIH PIALA TAQWAH?
Pertarungan iman dengan nafsu selama sebulan suntuk dalam Ramadhan kemarin, akan berakhir dengan kemenangan di satu pihak dan kekalahan di lain pihak. Apakah kita berhasil keluar sebagai sang juara atau tidak. Silahkan introspeksi masing-masing. Umat Islam di dalam puasa Ramadhan telah diperintah berpuasa dari makan, minum, dan menghentikan segala macam yang membatalkan puasa selama sebulan penuh. Apabila umat Islam selama satu bulan dilatih menghentikan yang halal di siang hari, menahan diri dari pembicaraan yang kotor, maka akan mudah menahan diri dari melakukan perbuatan terlarang di luar bulan Ramadhan.
Pada hari bulan Ramadhan umat Islam diperintahkan membayar zakat fitrah untuk disampaikan kepada kaum fakir miskin yang berhak menerimanya.
Idul Fitri maksudnya "kembali kepada hari berbuka setelah melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan." Fitri berasal dari akar kata "Fatara" yang artinya "Berbuka."
Kemudian ucapan selamat hari raya Idul Fitri diiringi dengan ucapan: Minal 'Aaidin Walfaaiziina." Maksudnya adalah: "Semoga kita termassuk golongan yang kembali kepada ajaran "Aadiina" dan semoga kita termasuk golongan yang menang: "Faaiziina". Kembali kepada ajaran agama yang benar sesuai dengan petunjuk Allah dalam Al-Qur'an, dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw yang diajarkan di dalam hadits-hadits Nabi Muhammad saw.
Kedua ucapan itu mengandung do'a dan harapan: Do'a, karena kita telah selamat menunaikan puasa selama bulan Ramadhan. Harapan, agar ibadah puasa Ramadhan yang telah mendidik umat Islam DISIPLIN melaksanakan ibadah, melatih diri bersikap sabar dan diakhiri membayar zakat fitrah untuk memberikan bantuan kepada kaum yang lemah supaya dipelihara dan dipertahankan dalam kesucian dan kebenarannya.
Kata Ied, akar katanya berarti "Kembali".
Kata Fitrah dapat diartikan dalam berbagai makna, sesuai dengan sasarannya, diantaranya: Fitrah berarti "asal kejadian". Fitrah berarti "kesucian". Fitrah yang berarti " Agama yang benar".
Dari arti kata Ied dan tiga kat Fitrah tersebut, maka ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri dapat dirumuskan dalam kalimat yang ringkas, yaitu: "Bagi umat yang telah mengakhiri puasa Ramadhan dan membayar zakat fitrah dia kembali kepada asal kejadiannya yang suci, dan menhikuti petunjuk agama Islam yang benar". Tujuan ibadah puasa Ramadhan dan membayar zakat fitrah adalah untuk mencari rasa bahagia dalam memberi dan menggembirakan sesama manusia, yaitu: "Melatih membiasakan diri kita mencari rasa bahagia dan menikmatinya".
Semua ini bila dilakukan dengan sadar dan ikhlas, dengan tidak mengharapkan sesuatu apapun melainkan keridhaan Allah SWT semata-mata, maka semua amal perbuatan itu akan memberikan bekas pada jiwa yang melakukan ibadah:
  1. Bekas, berupa ketenangan dan ketenteraman jiwa, yang senantiasa dapat dinikmati oleh tiap-tiap orang yang menjalankan ibadah dengan ikhlas dan khusyu', sebagai hasil dari rasa dekat dan akrab kepada Allah SWT.
  2. Bekas, berupa pembaharuan kesadaran kepada kewajiban kita yang harus dipenuhi terhadap sesama manusia, para anggota masyarakat yang lemah dan tak punya.
  3. Bekas, berupa tambahan kekuatan untuk memberantas sifat rakus, tamak, dan bakhil, berupa sifat a-sosial yang merusak kesejahteraan hidup bermasyarakat.
  4. Bekas, berupa tambahan kekuatan baru untuk mengendalikan hawa nafsu, itulah yang mengendalikan keinginan dan tingkah laku manusia.
Kepada umat Islam yang telah lulus melaksanakan ibadah puasa Ramadhan itu, hasil kemenangan yang diperoleh di bulan Ramadhan adalah: "Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman)". (QS. 87. Al-A'la: 14). Yang dimaksud dengan menang adalah:
  1. Menang dari pelawanan terhadap dorongan hawa nafsu yang selalu ingin menindas manusia, karena perbuatan zalim aniaya.
  2. Menang terhadap mempertahankan kesucian diri dari merampas hak orang lain, karena menuntut komisi dalam transaksi dagang atau korupsi ketika diserahkan amanah.
  3. Menang terhadap perbuatan dosa lainnya, sehingga alam pikiran dan sukma jiwa kita bebas dari kotoran berfikir, dan bebas dari sifat iri dan dengki yang tergores di dalam hati.
Maka pantas dan wajarlah "Kemenangan umat Islam" merayakan Idul Fitri, tapi pertanyaan tadi belum terjawab, apakan saya berhak mendapatkan gelar taqwa atau tidak? Dalam kenyataannya banyak orang mukmin yang gagal dalam pertarungan, seperti apa yang disinyalir oleh Rasulullah saw, artinya: "Banyak orang puasa (yang gagal menaklukan nafsunya), keuntungan puasa hanya haus dan lapar semata". (HR. Thabrani dan Ibnu Umar) Namun sarana untuk memperoleh itu sudah disiapkan oleh Allah SWT yaitu:
  1. Menekuni pengamalan ibadah
  2. Mendalami isi Al-Qur'an serta berpegang teguh dengannya.










B. MAKNA HALAL BI HALAL
Halal bi halal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, adalah satu dari istilah-istilah "Keagamaan" yang hanya dikenal oleh masyarakay Indonesia. Istilah tersebut sering kali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaran dari segi bahasa, walaupun semua pihak menyadari bahwa tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara sesama.
Halal bi halal artinya secara logat (bahasa) ialah "Halal dibahas dengan halal atau halal timbulnya karena halal.
Tapi kenyataan dalam masyarakat Indinesia ialah: Hlal bi halal itu ialah: "Suatu pertemuan kekeluargaan yang penuh kesyukuran dan kemesraan, serta saling bermanfaat habis hari raya Idul Fitri".
Dalam kamus Arab - Indonesia oleh Prof. H. Mahmud Yunus, artinya: "dihalalkan, diizinkan" dan dalam kamus Arab - Indonesia - Inggris oleh Abd. Bin Nuh dan Umar Bakry, artinya: Mutual congratulation at the end of the fast". Artinya: "Saling memberi ucapan selamat habis melaksanakan puasa". Halal bi halal pertama kali diadakan oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tahun 1946 dalam agresi Belanda.


C. ANJURAN BERMAAFAN
Tujuan utama acara halal bi halal ini tampak dalam prakteknya ialah: "Saling bermafan secara masal", demi utuhnya Ukhuwah Islamiyah, sehingga terwujud masyarakat yang penuh damai yang diridhai oleh Allah SWT. Jika demikian, berhalal bi halal merupakan suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghadang terjadinya keharmonisan hubungan.
Sehubungan dengan pemaaf ini, Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Ada tiga macam akhlak mulia di sisi Allah: 1. Engkau beri maaf orang yang zalim kepada engkau; 2. Engkau beri maaf orang yang bakhil kepada engkau, dan 3. Engkau hubungi orang yang memutuskan hubungan dengan engkau". (Al Khatib dari Anas)
D. NABI MEMBERI MAAF LAWAN DAN KAWAN
  1. Nabi memberi maaf seorang wanita Yahudi yang meracuninya.
  2. Nabi memberi maaf penduduk Thaif yang melempari Nabi dengan batu secara masal.
  3. Rasul memberi maaf penduduk Makkakh yang menganiayan Rasul bertahun-tahun ketika menaklukan Makkah, semua mereka dimaafkan dan dibebaskan, diberi amnesti dan abolisi.
  4. Pada suatu ketika, seorang lawan pernah mendatangi rumah beliau dengan membawa kotoran onta yang basah dan melemparkannya ke muka Nabi. Waktu itu, putri beliau, Siti Fatimah. Lari datang dari dapur dan memaki-maki pengecut itu. Rasulullah saw berkata kepada putrinya, "Tidak usah dimaki-maki, ambilkan sajalah air supaya kotoran yang mmercik ke muka ayah ini, dapat dibersihkan".
  5. Diceritakan pula, bahwa pada suatu hari, seorang wanita Yahudi datang menemui Nabi ke rumah dan mengucapkan salam yang bersifat olok-olokan: "Assamu 'alaikum", artinya: "Mudah-mudahan mampuslah engkau". Istri Nabi, Siti Aisya, yang pada waktu itu mendengar ucapan yang tidak wajar itu, dengan spontan berkata kepada wanita Yahudi itu: Hendaknya kamu sendirilah yang akan mampus". Mendengar reaksi Siti Aisya Rasulullah saw berkata kepada istrinya: "Allah tidak senang mendengar perkataan kasar yang mengandung nada dendam".
Menghayati kejadian ini, maka lagu "Tiada Maaf Bagimu", bukanlah lagunya seorang muslim, karena Al-Qur'an hanya menganjurkan agar memberi maaf kepada kawan dan lawan.
Firman Allah SWT: "... dan kemaafanmu itu, lebih dekat kepada taqwah...". (QS. 2. Al-Baqarah: 237)
Itulah peristiwa yang terjadi pada diri Nabi sendiri yang yang menunjukan kebesaran jiwanya pada sisi kawan dan lawan.








Sabtu, 17 November 2012

Mudahnya Seorang Wanita Masuk Syurga

Rasulullah saw bersabda yang bermaksud: "Apabila seseorang wanita melakukan sholat lima waktu, puasa Ramadhan, memelihara maruahnya, dan taat suami, maka masuklah mana-mana pintu syurga yang kamu kehendaki." (Riwayat)

Seorang wanita memang mudah masuk ke syurga dibandingkan dengan lelaki. Ini karena, jika seorang wanita itu betul-betul mengikuti apa yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Syurga adalah tempatnya

Dibandingkan dengan lelaki, banyak yang perlu dipertanggungjawabkan sebelum masuk ke syurga, Allah akan menanyakan anak-anaknya, Allah akan menanyakan isteri-isterinya, berkenaan apa yang dia perbuat di masa hidupnya, jihadnya kemana dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan Allah yang harus dipertanggungjawabkan.

Tetapi, wanita juga yang paling ramai di dalam neraka karena sholat yang dilakukan oleh seorang wanita itu kadangkala tidak mencegah dirinya dari perkara keji dan munkar, wanita juga orang yang suka berpuasa, tetapi puasanya hanya menahan lapar dan dahaga saja, tapi masih melakukan dosa-dosa, dosa kecil ataupun dosa besar.

Wanita sangat susah menjaga maruahnya, masih suka membuka aurat, walaupun berjilbab, tetapi tidak mengikuti ketentuan syara' dan banyak wanita yang juga gagal untuk taat kepada suaminya.

Bagaimana dengan menjaga maruahnya dan taat kepada suami? Pada dua perkara inila wanita paling banyak gagal. Aurat tidak dijaga ketika berangkat bekerja. Pakaian yang memamerkan aurat yang juga akan memancing dosa-dosa besar lainnya. Pergaulan mereka yang juga dapat membawa pada perbuatan membicarakan orang lain, menjaga mata dan terutama mulutnya.

Mengenai mentaati suami. Kenyataanya isteri paling banyak gagal dalam masalah mentaati suaminya, kata-kata dan perintah suami disanggah dan dibantah dengan alasan-alasan yang sesungguhnya tidak mengandung kebaikan. Layakah mereka masuk syurga dengan sifat dan perbuatan yang dilakukannya?

Insyaflah wahai wanita yang sudah dipanggil isteri. Jangan jadikan diri Anda menjadi orang-orang yang menghuni neraka.

Semoga semua amalan yang kita lakukan diterima dan diridhoi Allah SWT. Amin.