Sabtu, 02 Februari 2013
Berkurbanlah dan Berilah Kesempatan Kepada Orang Lain Agar Selalu Dikenang
"Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu: (yaitu bagi orang-orang yang mengharap pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Mumtahanah:60:6)
Berkorbanlah jangan diakal-akali. Ibadah kurban pertama kali terjadi pada anak Nabi Adam yang bernama Habil dan Qabil. Nabi Adam mengeluarkan perintah kepada anaknya agar melaksanakan nikah silang. Habil menikahi saudari perempuan Qabil sedangkan Qabil menikahi saudari perempuan Habil. Qabil membantah perintah ayahnya, dia tidak mau menikahi saudari perempuan Habil karena saudari perempuan Qabil lebih cantik dari pada saudari perempuan Habil. Karena Qabil tidak mau menikahi saudari perempuan Habil maka Nabi Adam mengambil kebijakan yang adil dan sederhana yaitu memberikan perintah kepada Habil dan Qabil untuk mempersembahkan kurban kepada Allah SWT, kurban siapa yang diterima oleh Allah maka dialah yang berhak untuk menikahi saudari perempuan Qabil.
Agar kurban diterima oleh Allah maka kurbankanlah apa yang dicintai dengan ikhlas. Sesuai dengan syariat ketika itu, kurban yang diterima tandanya adalah persembahan kurbannya hilang tidak tidak berada di tempat lagi. Habil mempersembahkan kurbannya dengan ikhlas berupa binatang ternak yang dicintainya. Sedangkan Qabil mempersembahkan dengan terpaksa berupa sayur-sayuran. Dalam hal ini Qabil lebih mengutamakan intelektual daripada keyakinan. Qabil berfikir bahwa apabila sayur-sayuran diletakkan berdampingan dengan binatang ternak maka sayur-sayuran akan habis dan hilang dimakan binatang ternak. Sedangkan binatang ternak akan tetap ada dan berdiri di tempatnya. Jika sayur-sayuran tidak berada lagi ditempat atau hilang maka kurban Qabillah yang diterima oleh Allah SWT. Namun apa yang terjadi? Ternyata binatang ternak hilang dan tidak berada lagi pada pautannya. Sedangkan sayur-sayuran telah membusuk di tempatnya. Dengan demikian kurban Habil diterima oleh Allah dan kurban Qabil tidak diterima Allah. Oleh karena itu untuk berkurban, keyakinan mesti diutamakan dari intelektual. Jangan diakal-akali sehingga keikhlasan menjadi hilang.
Beri Kesempatan Kepada Orang Lain
Betapa Ali bin Abi Thalib bersedia mengurbankan nyawa dan badannya untuk melindungi Rasulullah saw dari kaum pembunuhan kafir ketika terjadi pengepungan rumah Rasulullah pada peristiwa Hijrah. Ali bin Abi Thalib diperintah oleh Rasulullah untuk tidur di atas tempat tidurnya guna mengelabui mata kaum kafir yang hendak membunuh Rasulullah. Ali bin Thalib dijadikan sebagai umpan kematian, sedangkan Rasulullah keluar dengan selamat dari kota Mekah. Masih terlukis dalam sejarah betapa kaum Anshar (kaum Madinah) rela berkurban untuk membantu kaum Muhajirin yang pindah dari Mekah ke Madinah. Hal yang sangat menggugah jiwa kita adalah betapa kaum Anshar rela menceraikan isterinya untuk dinikahi kaum Muhajirin, karena ada beberapa kaum Muhajirin yang tidak hijrah bersama isterinya ke Madinah sebab isterinya tidak mau dibawa ke Madinah. Nah pengorbanan seperti ini tidak bisa diterima intelektual kecuali oleh keyakinan juga.
Sebuah pengorbanan yang tidak ada tandingan dalam sejarah peperangan di dunia ini adalah ketika peperangan dahsyat berkecamuk antara kaum muslimin dengan kaum kafir maka terkaparlah para syuhada di medan laga. Diantaranya ada yang luka ringan, ada yang luka berat dan ada yang sakratul maut. Di sela-sela gemerincingan pedang berlarilah pasukan khusus umat Islam mengantarkan air kepada prajurit-prajurit Islam yang gagah perkasa. Ketika air diberikan kepada salah seorang sahabat, sahabat itu berkata: "Jangan berikan air kepadaku karena aku masih kuat, tapi berikanlah kepada sahabat kita di pojok sana karena lukanya lebih parah daripada luka saya." Ketika air diberikan kepada sahabat yang lain jawabannya sama dengan jawaban sahabat yang pertama sehingga air itu kembali lagi kepada sahabat yang pertama. Ketika air diminumkan kepada sahabat yang pertama itu ternyata dia telah menghembuskan napasnya yang terakhir. Disini terbukti bahwa sahabat yang pertama lukanya lebih parah daripada sahabat yang lain. Namun sahabat ini sedang mempraktekan jiwa pengorbanan yang diajarkan oleh Rasulullah bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum mereka mencintai saudaranya sebagaimana mereka mencintai dirinya sendiri.
Banyak Memberi Banyak Mendapat
Contoh sederhana tentang keikhlasan berkurban dapat kita renungan dari tubuh kita. Apa yang dilihat oleh mata, hakikatnya bukan untuk mata, apa yang didengar oleh telinga, hakikatnya bukan untuk telinga, apa yang dicium oleh hidung, hakikatnya bukan hidung, apa yang dirasa oleh lidah, hakikatnya bukan untuk lidah, apa yang dilakukan oleh tangan, hakikatnya bukan tangan, dan apa yang diperbuat oleh kaki pada hakikatnya bukan untuk kaki. Dari gambaran ini dapat kita renungkan bahwa masing-masing pancaindera berbuat bukan untuk kepentingannya sendiri mereka rela berkurban untuk satu tujuan yaitu kepuasan hati. Di sinilah peranannya ikhlas. Allah tidak melihat sarana dan prasarana yang kita gunakan tetapi Allah melihat bagaimana kita menggunakan sarana dan prasarana itu. Allah melihat bagaimana kita melakukan proses pengorbanan untuk mencapai tujuan yang mulia: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya." (Al- Hajj: 37) Falsafah berkurban diantaranya adalah kerelaan memberikan yang dicintai. Bukankah dalam surat Al-Fatihah dinyatakan: Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in." "Kepada Engkau kami menyembah dan kepada Engkau kami minta pertolongan." Kepada Allah saja kita menyembah sedangkan yang lain tidak boleh disembah melainkan bagaimana yang lain itu menyembah kita. Harta benda, pangkat atau jabatan dan kedudukan harus menyembah kita artinya dapat kita atur bukan mengatur kita. Kepada Allah saja kita memohon pertolongan, tidak boleh memohon pertolongan kepada yang lain. Kepada yang lain kita harus memberi pertolongan. Jadi pikiran dan perasaan memberikan pertolongan harus didahulukan dari meminta pertolongan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Barangsiapa yang selalu memberi pertolongan berarti dia jadi orang merdeka, sebaliknya barang siapa yang suka meminta pertolongan berarti dia akan menjadi budak. Karena itu memberilah, berkorbanlah agar jiwa merdeka, dan hindarkanlah meminta-minta agar tidak jadi budak.
Perhatikanlah ketika kita selesai shalat mengucapkan salam. Do'a keselamatan dan kesejahteraan kita berikan kepada saudara kita tetapi kita tidak mengharapkan balasan salam itu. Kita bersedekah, membayar zakat tetapi tidak ingin pembalasan. Memberi maaf lebih baik daripada meminta maaf. "Fa'fu'anhum was taughfirlahum." "Maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka." (Ali Imran: 159). Hakikatnya dengan memberi kita akan dapat menerima banyak dari Allah. Tetapi sekali lagi hal ini dapat diterima dengan keyakinan. Selama ini kita memandang bahwa bunga selalu berkurban untuk kumbang atau kupu-kupu. Padahal sebaliknya bunga mendapat banyak dari kumbang atau kupu-kupu. Bunga rela berkurban dihisap serbuk sari atau madunya lalu kumbang atau kupu-kupu terbang ke bunga lain dengan membawa serbuk sari yang melekat pada kakinya sehingga terjadilah pembuahan baru dan dari sinilah terjadi perkembangbiakan bunga-bunga yang baru. Semakin banyak bunga berkurban dan memberi maka semakin banyak yang bunga dapat.
Berkurban itu Membuat Kenangan
Sapi, kerbau atau kambing telah berkurban banyak untuk manusia. Mereka telah serahkan jiwa dan raga mereka namun peninggalan tidak banyak dikenang kecuali kulitnya. Karena daging, tulang dan bulunya adalah barang habis pakai, yang bertahan adalah hanya kulitnya. Oleh karena itu pemberian yang bertahan lama akan menjadi kenangan. Pahlawan itu dikenal karena mereka telah memberi banyak untuk negara ini, malahan orang yang meninggal karena membela negara ini walaupun mereka tidak dikenal tetapi masih dikenang dengan sebutan Pahlawan Tidak Dikenal. Kita kenal Soekarno karena Soekarno banyak meninggalkan kenangan untuk negara ini seperti Soekarno sebagai Proklamator dan Soekarno sebagai Presiden Pertama. Nah kenapa kita tidak mengenang kakek dari kakek kita? Jawabannya adalah karena kakek dari kakek kita tidak banyak meninggalkan kenangan untuk kita. Jadi akan dikenang sejauh mana atau sebesar apa kita berkurban untuk anak, cucu, kemenakan, bangsa dan negara ini.
Sebatang pohon punya daun yang rimbun dan menghijau. Kemudian datanglah seekor ulat dan memakan selembar daun sehingga daun yang hijau itu penuh dengan lubang. Daun-daun yang lain berkomentar: Hai daun yang berlubang kenapa kamu biarkan dirimu dimakan ulat? Lihatlah kami masih segar." Daun berlubang menjawab: "Inilah pengorbanan agar aku dikenang." Lalu datanglah musim gugur, semua daun berguguran. Daun berlubang berkata: "Wahai teman-teman, akhirnya semua kita gugur juga, tetapi apa yang telah kamu tinggalkan untuk dunia? Aku telah meninggalkan ulat-ulat yang banyak karena aku telah berkurban memberikan tubuhku untuk dimakan oleh ulat sebelum aku gugur. Aku telah meninggalkan kenangan dengan pengorbanan yang telah kuberikan sedangkan kamu gugur dengan sia-sia karena kamu tidak pernah berkurban untuk dunia."
Jangan Korbankan Manusia
Sejarah juga mengungkapkan bahwa banyak manusia yang dikorbankan untuk kepentingan manusia lain dan untuk kepentingan penyembahan kepada dewa-dewa. Orang Mesir kuno setiap tahun mengorbankan anak gadis yang cantik dengan menenggelamkannya ke dalam sungai Nil sebagai tumbal untuk sungai Nil agar sungai Nil tidak banjir dan menjadi malapetaka bagi bangsa Mesir. Lagi pula di daerah Kan'an atau Irak masa dulu, mengorbankan bayi-bayi untuk disembahkan kepada Dewa Bal. Begitu juga di Meksiko mempersembahkan jantung dan darah manusia sebagai persembahan kepada Dewa Matahari. Sedangkan di Eropa Utara, orang Viking yang mendiami Skandinavia mengorbankan pemuka agamanya untuk dipersembahkan kepada Dewa Odin Dewa Perang. Ayah Nabi Muhammad saw hampir saja disembelih oleh kakeknya Abdul Mutholib untuk membayar nazar. Abdul Motholib bernazar jika ia dikaruniai anak laki-laki sebanyak 12 orang maka ia akan menyembelihnya satu orang tanda syukur kepada Tuhan. Namun ketika penyembelihan berlangsung, anak-anaknya dan pemuka masyarakat Mekah dengan penuh pertimbangan bermohon kepada Abdul Mutholib agar penyembelihan terhadap Abdullah dibatalkan dan diganti dengan seratus ekor unta. Permohonan ini dapat diterima oleh Abdul Mutholib, dan akhirnya manusia tidak jadi dikorbankan walaupun untuk kepentingan pendekatan kepada Tuhan. Nabi Ibrahim as tidak diizinkan oleh Allah menyembelih Ismail, diganti dengan seekor domba karena kedudukan manusia yang mulia tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan pendekatan diri kepada Allah sekalipun.
Perumpamaan sebuah kapal bertingkat sedang berlayar di laut lepas. Penumpang kapal pada tingkat paling bawah jika memerlukan air selalu mengambilnya ke tingkat atas. Dalam keperluan air tersebut timbullah pikiran dari penumpang kapal tingkat bawah: "Kenapa harus repot-repot mengambil air ke tingkat atas padahal batas kita dengan air hanya sehelai papan, kenapa tidak dibikin lubang aja di papan ini? Kita bebas mengambil air dan kita tidak mengganggu ketenangan penumpang atas." Jika pikiran ini yang dipakai berarti kita mendahulukan kepentingan diri sendiri tanpa menghiraukan kapal akan tenggelam dan akan banyak manusia yang menjadi korban akibatnya.
Malu Kepada Hewan
Syarat binatang kurban telah ditentukan di dalam syariat. Diantaranya tidak boleh cacat. Tidak boleh robek telinganya, tidak boleh ompong giginya, tidak boleh berpenyakit kulit, tidak boleh terlalu kurus dan sebagainya. Maka muncul pertanyaan kenapa peserta kurban tidak diberi seperti syarat-syarat tersebut? Jawabannya adalah karena hewan dinilai dari fisiknya sedangkan manusia dinilai dari hatinya. Jadi yang dinilai Allah adalah keikhlasan kita. Jika kita tidak ikhlas berkurban maka nilai pengorbanan kita jauh di bawah pengorbanan sapi, kerbau atau kambing yang telah mengorbankan nyawanya, sedangkan kita baru mengorbankan beberapa Rupiah dari uang kita. Karena itu merasa malulah kepada hewan jika kita tidak ikhlas. Hakikatnya berkurban dengan menyembelih binatang ternak adalah suatu proses untuk memulai pengorbanan yang jauh lebih besar untuk masa yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)